Wiwid Arif, Magelang
MAGELANGEKSPRES.COM, MAGELANG – Aset bangunan dan lahan seluas 600 meter persegi Universitas Gadjah Mada (UGM) Cabang Magelang yang telah diserahkan kepada Pemprov Jawa Tengah, pada tahun 2017, sampai sekarang belum tersentuh pembangunan. Bekas ruang perkuliahan UGM pada tahun 1964 sampai 1978 di Kota Magelang tersebut kondisinya sekarang sangat memprihatinkan. rumput liar tumbuh subur. Sedangkan bangunan gedung rusak tak terurus.
Padahal aset yang berada satu kompleks dengan Kantor Bakorwil II Kedu-Surakarta, di Jalan Diponegoro, Kota Magelang, tersebut merupakan mahakarya sejarah saat Kota Magelang pernah memiliki kampus UGM.
Sisa-sisa kampusnya setelah 43 tahun UGM Cabang Magelang ditutup pada tahun 1978 kini banyak ditumbuhi semak belukar. Gedung kampus masih lengkap dengan atap, meski jendela dan pintu gedung sebagian besar telah rusak.
Tampak sebuah monumen yang berukuran besar berlogo UGM Cabang Magelang dengan tulisan tahun pendirian (1964-1978). Berikut nama susunan pengurus universitas dan fakultas, dosen, dan jumlah mahasiswa yang pernah berkuliah, tertulis dalam prasasti di monumen.
Berdasarkan informasi dari prasasti di monumen yang berdiri di sana, UGM Cabang Magelang diresmikan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan, Dr Syarif Thayeb pada tanggal 18 Desember 1964 berdasarkan surat keputusan menteri PTIP nomor 181/1964.
Susunan pengurus universitas kala itu yakni GPH S Harjomataram sebagai koordinator, Slamet Dwiraharjo sebagai pembantu I, Drs RA Bagus Panuntun sebagai pembantu II, Drs Warsito sebagai pembantu III.
UGM Cabang Magelang terdiri dari beberapa fakultas yakni Fakultas Hukum dengan Dekan GPH S Harjomataram, Fakultas Ekonomi dengan Dekan Drs Soehardi Sigit, Fakultas Teknik dengan Dekan Ir Pragnjono Mardjikoen, dan Drs Sujudi Mangunwihardjo sebagai kepala kantor. Ada sekitar 13 orang dosen tetap, 64 orang dosen tidak tetap dan 30 orang pegawai.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0267/u/1978 Tanggal 12 Agustus 1978, UGM Cabang Magelang dilikuidasi. Dari tahun 1963 sampai 1978, ada kurang lebih 1.855 mahasiswa yang terdaftar. Kemudian dipindahkan ke Jogjakarta.
Pegiat Sejarah, Bagus Priyana, menceritakan perjalanan gedung kampus yang usang tersebut. Menurut berbagai catatan yang dikumpulkannya dari Arsip UGM dan dokumen resmi, UGM Cabang Magelang bermula dari perguruan tinggi swasta yang didirikan oleh Yayasan PTM.
Tujuan pendiriannya selain untuk memajukan pendidikan di daerah Magelang, juga untuk mengimbangi partai gerakan kiri yang telah mendirikan Universitas Rakyat Borobudur.
”Tujuannya selain untuk memajukan pendidikan di daerah Magelang juga ada tujuan politis yaitu untuk mengimbangi usaha Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pada waktu itu telah mendirikan Universitas Rakyat Borobudur yang dirintis oleh Walikota Kodya Magelang kala itu,” ujarnya.
Pada awal mendapatkan status sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), UGM Cabang Magelang hanya punya dua fakultas yakni ekonomi dan hukum.
Pada tahun 1964, Fakultas Teknik ditambahkan. Kegiatan perkuliahan pun terus berjalan di sana. Sampai pada akhirnya tahun 1978, UGM Cabang Magelang resmi ditutup sehingga kegiatan perkuliahan dan akademik seluruhnya dipindah ke Jogjakarta.
Supardi (60) petugas kebersihan di kompleks Lapangan Tenis Pemkot Magelang, yang tak jauh dari bangunan bekas kampus UGM Cabang Magelang mengaku jika sampai saat ini kondisi bangunan tak ada yang merawatnya.
”Bahkan rumputnya saja dibiarkan begitu saja. Pernah ada yang tinggal di sini beberapa waktu, tapi diminta pindah karena gedung mau direhab sekitar 10 tahun yang lalu,” ujarnya.
Sampai kini, tak banyak yang mendatangi bekas kampus UGM itu. Hanya beberapa orang, yang merasa penasaran dan sekadar berfoto di seputaran kawasan tersebut.
”Disayangkan karena tidak dirawat dengan baik. Padahal kalau dibangun menjadi bagus dan terawat, saya yakin bisa dijadikan tempat wisata baru,” kata Supardi.
Ia kemudian membandingkan dengan gedung-gedung di kompleks Bakorwil II Kedu-Sukarta yang terawat dengan baik. Termasuk Museum Diponegoro dan BPK RI, yang setiap harinya ramai dikunjungi wisatawan.
”Bekas kampus UGM Cabang Magelang ini sebenarnya sangat potensial jika dijadikan tempat wisata karena kaya akan nilai sejarahnya,” katanya. (*)