Kerajinan Unik Dari Limbah Kelapa
KABUPATEN MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.COM – Menyandang disabilitas tidak membuat pasangan suami istri (pasutri) warga difabel dari kawasan Borobudur Kabupaten Magelang, menyerah di tengah pandemi covid-19. Justru lewat ketekunan dan keterampilan yang mereka miliki, malah meraup berkah dari bisnis kerajinan yang digelutinya.
CANDRA YOGA, Borobudur
PASANGAN suami istri tersebut adalah Urip Warsono dan Sri Haryani berdomisili di RT 6 RW 8 Dusun Bumisegoro Desa Borobudur Kecamatan Borobudur. Yang menekuni usaha kerajinan unik dari limbah kelapa, dengan nama “Griya Handycraft Disabilitas”.
Adapun limbah yang dimaksud itu adalah serabut kelapa yang diolah menjadi aneka kerajinan dengan nilai jual lebih. Urip Warsono mengaku belum lama menggeluti usaha kerajinan limbah kelapa.
“Baru sekitar dua tahun mas saya dan istri membuat kerajinan dari serabut kelapa ini. Sebelumnya hanya fokus jualan mainan keliling, sekarang kita tambah usaha ini,” ucap Urip Warsono.
Urip mengaku kewalahan karena membuat bahan baku yang jadi serabut kelapa baru menjadi siap pakai.
“Ini masih manual, membutuhkan waktu dan tenaga banyak. Seandainya punya mesin pengurai serabut kelapa, alangkah terbantunya pekerjaan kami,” terangnya.
Dari limbah serabut kelapa tersebut, dengan keterampilan yang dimilikinya, Urip mampu membuat anekan macam pot tanaman. Diantaranya pot gantung, pot anggrek dan pot tanaman. Ada berbagai macam bentuk. Mulai dari bulat, setengah lingkaran, kotak, hingga bentuk seperti contong es krim. Pot unik tersebut sering diikutkan dalam ajang pameran yang digelar beberapa pihak.
“Biasanya pameran dari dinas itu dan terakhir dari Kementrian kemarin produksi saya ini diikuti sertakan dalam pameran. Sehingga semakin banyak yang tahu,” terang Urip Warsono.
Secara teknis produksi, hasil karya Urip diproduksi secara manual bersama istrinya. Mulai dari penguraian sabut kelapa hingga pembentukan pot. Adapun bahan baku sabut kelapa didapat secara cuma-cuma dari tetangga yang bekerja sebagai pemborong kelapa.
Urip hanya membeli strimin kawat untuk kerangka, benang sol sepatu untuk menjahit pot, dan kawat untuk pengait, hingga menjadi bentuk pot bunga.
“Saya ingin memanfaatkan limbah sabut kelapa yang banyak terbuang. Ingin menjadikannya lebih berguna,” papar Urip Warsono.
Menurut Urip Warsono, setiap 10 butir sabut kelapa bisa menghasilkan 20 pot bunga. Untuk proses pembuatannya, mula-mula Urip merendam sabut kelapa lalu memukul-mukul menggunakan kayu.
Tujuannya adalah agar serbuk sabut kelapa rontok dari serat-seratnya. Selanjutnya, serat sabut kelapa dipilah dan dikeringkan. Setelah itu, dimasukkan ke dalam kerangka strimin kawat, dan dijahit menggunakan benang sol sepatu.
“Proses produksi pun selesai, dan pot limbah sabut kelapa siap dijual. Kalau masukin ke kerangka, cepat. Sepuluh menit bisa jadi,” terang Urip Warsono.
Urip mengaku sering dibantu promosi oleh Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM Kabupaten Magelang. Selain itu juga mengandalkan penjualan dari WhatsApp atau menunggu pesanan, setiap hari Minggu Urip juga membuka lapak di Lapangan Soepardi, Sawitan, Kota Mungkid. Dalam sehari, bisa menjual lima hingga 10 pot. Harganya mulai dari Rp 25 ribu hingga 30 ribu.
“Pernah dapat pesanan hingga ke Kalimantan dan beberapa kota di Jawa Tengah. Namun jika pesanan hanya sedikit kasihan yang beli, mahal pada ongkos kirimnya. Sebaliknya jika banyak pesanan kita juga sesuaikan kemampuan saat ini,” tuturnya.(cha)