Kampung Tangguh Kota Magelang
MAGELANGEKSPRES.COM, MAGELANG – WARGA RW 13, Kampung Meteseh, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah turut mendukung Program Kampung Iklim (Proklim) yang dicanangkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Puluhan Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan warga kampung. Selain itu, di kawasan itu juga ditanam pohon keras dan buah di pinggir Sungai Progo.
”Puluhan LRB ini tersebar di semua RT di RW 13. Masing-masing RT jumlahnya bervariasi, ada yang 10 bahkan lebih, tergantung dari luas lingkungan RT,” kata Ketua RW 13 Meteseh, Warsimin, Minggu (20/6).
Menurut dia, pihaknya berkomitmen untuk membuat sarana resapan air tersebut di setiap RT. Pembuatan dilakukan secara swadaya dengan melibatkan warga sekitar
”Peralatan untuk membuat biopori kita dapat bantuan dari kelurahan. Sementara pipa paralonnya dari warga,” terangnya.
Ia menambahkan, pembuatan LRB memiliki berbagai manfaat untuk lingkungan. Antara lain menjaga ketersediaan air tanah, serta mencegah genangan, dan banjir saat hujan.
”Saya mengajak seluruh warga untuk semangat dalam melakukan pembuatan lubang biopori ini, karena memiliki banyak manfaat untuk lingkungan,” tuturnya.
Sedangkan untuk penanaman pohon keras di tepian Sungai Progo, katanya, agar terhindar dari erosi dan longsor. Kampung Meteseh sendiri berada di ujung barat Kota Magelang, yang berbatasan dengan Kabupaten Magelang. Posisinya yang tepat berada di bantaran Kali Progo, sehingga acapkali terdampak erosi arus sungai.
”Meskipun tidak pernah sampai ke rumah warga, tapi dengan adanya penghijauan kembali seperti ini, kita harapkan kondisi lingkungan di Meteseh, utamanya RW 13 selalu terjaga. Penanaman pohon buah juga untuk masa depan anak-anak kita,” katanya.
Warsimin mengaku, sangat mendukung upaya DLH Kota Magelang mencetuskan RW-nya sebagai Proklim. Untuk diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan terbentuknya Proklim di 20.000 desa/kelurahan pada tahun 2024.
Proklim adalah Gerakan Nasional Pengendalian Perubahan Iklim di Tingkat Tapak Berbasis Komunitas di Indonesia. Proklim merupakan program sinergi aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang berlingkup nasional guna meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain, untuk penguatan kapasitas adaptasi dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).
”Awalnya kami membentuk dari swadaya masyarakat. Lalu DLH melirik potensi di sini dan mendampingi terus sampai sekarang. Kegiatan pun banyak, seperti bank sampah, daur ulang, penghijauan, dan lainnya,” ungkapnya.
Di RW 13 Meteseh, kata Warsimin, terdapat sekitar 5 hektar untuk ekowisata. Luas lahan itu akan terus dikembangkan, untuk memunculkan destinasi wisata natural di kampung cikal bakal Magelang itu.
”Harapan ke depan bisa menjadi destinasi wisata baru. Jadi di Meteseh ini selain ada wisata budaya, juga terdapat wisata edukasi seperti ekowisata,” papar dia.
Sementara itu, Kepala DLH Kota Magelang, Ot Rostrianto menambahkan, Proklim menjadi salah satu upaya dalam mengatasi masalah sampah.
”Kita sudah memulainya dengan memberi pendampingan kepada warga untuk secara bertahap melakukan penataan lingkungan, seperti menata puluhan titik biopori (resapan air) hingga penanaman pohon keras dan buah di pinggir Sungai Progo,” katanya.
Kemudian penanaman tanaman bunga dan sayuran dengan pot dari bahan daur ulang sampah. Tanaman bunga ditempatkan di teras-teras rumah, jalanan kampung, dan jalan menuju lokasi utama yang secara potensi dapat dikembangkan menjadi ekowisata.
”Memang jadi cita-cita warga dan kami tentunya, agar Meteseh ke depan bisa menjadi ekowisata di Kota Magelang. Apalagi kita didukung banyak elemen, seperti mahasiswa, komunitas, dan tentunya masyarakat setempat,” tandasnya.
Ia menambahkan, komitmen Pemkot Magelang terhadap kelestarian lingkungan telah diakui pemerintah pusat yang dibuktikan dengan penghargaan Green Leadership Nirwasita Tantra 2020 pada momen Hari Lingkungan Hidup 2021. Penghargaan disampaikan secara virtual pada Selasa, 15 Juni 2021. (prokompim/kotamgl)