JAKARTA,MAGELANGEKSPRES.COM – Kementerian BUMN menjelaskan mengapa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) tidak dimasukkan dalam anggota holding BUMN sektor aviasi dan pariwisata. Alasannya adalah beban utang dan permasalahan yang membelit BUMN penerbangan tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, dalam agenda bincang wartawan, Selasa (5/10/2021). Arya mengatakan, Kementerian BUMN meminta manajemen Garuda untuk fokus menyelesaikan kemelut yang dialami seperti restrukturisasi utang dan berbagai persoalan lainnya agar perusahaan bisa kembali sehat. Pemerintah tidak ingin Garuda Indonesia nanti justru menjadi beban bagi holding karena sedang menghadapi persoalan yang cukup berat.
“Kita belum masukkan Garuda ke holding sebab nanti menjadi tidak baik kalau masuknya saja sudah bermasalah. Kita ingin yang masuk tidak jadi beban di masa depan,” kata Arya.
Arya berharap pembentukan holding aviasi dan pariwisata ini nantinya akan menjadi jalan mulus bagi bangkitnya sektor pariwisata yang selama hampir dua tahun ini terpuruk akibat pandemi Covid-19. Dijelaskan pembentukan holding tersebut momentumnya sangat tepat di saat kasus aktif dan positif Covid-19 sudah melandai.
“Pembentukan holding pariwisata ini kaya kebetulan saja karena pas Covid-19 lagi turun, jadi momentumnya pas. Garuda tidak masuk holding karena lagi fokus pada restrukturisasi untuk penyehatan perusahaan,” ujar Arya.
Untuk tahapan awal, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) menjadi pemimpin holding dengan anggotanya yaitu PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Hotel Indonesia Natour (Persero), PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko (Persero) dan PT Sarinah (Persero).
Sebagai informasi, Garuda Indonesia tercatat memiliki utang USD4,9 miliar atau setara Rp70 triliun. Angka tersebut meningkat sekitar Rp1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada lessor.
Perusahaan memiliki arus kas negatif dan utang minus Rp41 triliun. Tumpukan utang tersebut disebabkan pendapatan perusahaan yang tidak bisa menutupi pengeluaran operasional.
Berdasarkan pendapatan Mei 2021 Garuda Indonesia hanya memperoleh sekitar USD56 juta dan pada saat bersamaan masih harus membayar sewa pesawat USD56 juta, perawatan pesawat USD20 juta, bahan bakar avtur USD20 juta, dan gaji pegawai USD20 juta. (git/fin)