PURWOREJO, MAGELANGEKSPRES.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Purworejo bakal membawa persoalan lambatnya penyelesaian ganti rugi lahan Bendungan Bener ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Hal itu diusulkan agar ada kesepakatan bersama antara warga dengan pengambil kebijakan sehingga proses penyelesaian ganti rugi lahan bisa segera clear.
Hal itu disampaikan Ketua DPRD Kabupaten Purworejo, Dion Agasi Setiabudi saat menerima audiensi Masyarakat Terdampak Bendungan (Masterben) di Ruang Rapat Paripurna DPRD, Rabu (22/12). Hadir pula dalam kesempatan tersebut perwakilan BPN dan BBWSO.
“Kita yang berada di daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Jadi kami memiliki skema agar ada semacam forum audiensi dengan level yang lebih tinggi agar segera diperoleh titik temu,” kata Dion.
Pihaknya akan segera mengatur pertemuan dengan meminta fasilitasi Pemprov Jawa Tengah dengan menghadirkan Kanwil BPN, Kejati, BPK serta stakeholder terkait lainnya. “Mediasi di tingkat Provinsi tersebut sekaligus untuk mengambil kesimpulan apakah BPN harus menempuh Kasasi terhadap Putusan Kejati terkait pembebasan lahan Bendungan Bener atau tidak. Karena sikap akan Kasasi atau tidak itu yang selama ini menghambat percepatan pembebasan lahan. Tentu kami juga meminta agar BPN tidak bersikap dahulu sebelum mediasi dilaksanakan,” tandasnya.
Sebelum audiensi, ratusan warga yang tergabung dalam Masterbend melakukan unjuk rasa ke gedung DPRD Purworejo. Unjuk rasa tersebut dilakukan setelah BPN Kabupaten Purworejo melakukan upaya banding dan akan melakukan upaya kasasi dalam proses peradilan 176 bidang tanah terdampak Bendung Bener yang masih sengketa di Pengadilan Negeri (PN) Purworejo dan saat ini sudah sampai di Pengadilan Tinggi. Upaya dari BPN tersebut juga dinilai malah menghambat proses pembangunan Bendung Bener.
Ketua Masterbend, Eko Siswoyo mengemukakan, jika proses hukum ini terus diperpanjang maka permasalahan sosial pada proses pembangunan Bendung Bener akan terus berlarut-larut. Sebelumnya PN Purworejo telah memutuskan bahwa sebagian tuntutan Masterbend dikabulkan. Namun, dengan keputusan itu BPN malah melakukan banding bahkan akan melakukan upaya kasasi. “Padahal sudah jelas ada prosedur yang dilanggar oleh pihak tergugat, kenapa malah terus diperpanjang dan tidak segera diperbaiki sehingga pembangunan bendungan semakin bisa dipercepat,” jelasnya.
Saat proses hukum terus diperpanjang, lanjutnya, maka malah akan semakin menghambat proses pembayaran uang ganti kerugian tanah dan tentunya akan menghambat pembangunan Bendung Bener. “Maka disini bisa dilihat siapakah yang menghambat pembangunn Bendung Bener,” tegasnya.
Masterbend juga meminta, jika tetap dilakukan upaya hukum lanjutan oleh pihak tergugat maka pembangunan Bendung Bener juga harus dihentikan untuk sementara waktu hingga proses hukum selesai. “Menurut saya itu keputusan yang cukup adil bagi semua pihak, karena tanah yang masih berperkara dan yang belum dibayar itu masih menjadi hak kami,” ujarnya.
Diketahui perkara Nomor 8/Pdt.G/2020/PN sebelumnya telah diajukan oleh Masterbend. Penggugat dalam hal ini adalah 154 orang pemilik dari 176 bidang tanah yang terdampak pembangunan Bendung Bener. Sedangkan pihak tergugat adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Purworejo dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) selaku panitia penghitungan tanah terdampak bendungan.
Tuntutan yang dilayangkan oleh pihak penggugat ada dua poin. Poin pertama adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan yang kedua adalah pelaksanaan penilaian pengadaan tanah milik 156 orang penggugat dinilai cacat hukum. Poin yang dikabulkan adalah poin yang kedua yakni penilaian tanah cacat hukum, sedangkan yang pertama tidak dikabulkan. (luk)