MAGELANGEKSPRES.COM, JAKARTA – Dampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat terasa pada 3-4 pekan setelah implementasi. Pada awal Januari 2021, saat dua pekan pelaksanaan PPKM dampaknya masih belum terlihat. Bahkan kasus masih naik. Namun, setelah itu ada penurunan kasus pada pekan ketiga.
“Ketika sebuah intervensi dilakukan bukan berarti dampaknya pada hari itu juga. Butuh waktu. Paling cepat sekitar tiga hingga empat pekan,” ujar Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas COVID-19, Dewi Nur Aisyah di Jakarta, Rabu (14/7)
Dia berharap intervensi yang dilakukan berupa pengetatan mobilitas, aktivitas akan dapat mengerem kenaikan kasus. Dewi mengingatkan respons masyarakat terhadap peraturan yang ditetapkan pemerintah serta hubungan antara host (organisma hidup), agent (penyebab), dan environment (lingkungan).
“Itu menjadi bagian penting yang harus dipahami. Agen ini si virus. Secara sains telah terbukti mutasi varian memiliki penularan yang jauh lebih tinggi. Host juga pengaruh, kalau bicara COVID-19 kepatuhannya penting,” terangnya.
Sementara environment, diibaratkan kebijakan. Seperti mulai Testing, Tracing dan Treatment (3T) hingga strategi pembatasan mobilitas keluar masuk wilayah.
“Multi faktorial, dan perlu kolaborasi semua pihak, kalau tidak akan sulit berjalan. Jadi harapannya kalau PPKM diimplementasikan dengan benar, harapannya kasus akan turun,” tukasnya.
Secara nasional, data kepatuhan menggunakan masker dalam sepekan terakhir terdapat 95 atau 24,11 persen dari 394 kabupaten/kota yang memiliki tingkat kepatuhan memakai masker kurang dari 75 persen.
Sementara data kepatuhan menjaga jarak, terdapat 112 atau 28,43 persen dari 394 kabupaten/kota yang memiliki tingkat kepatuhan menjaga jarak kurang dari 75 persen.
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni meminta kebijakan PPKM Darurat harus memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang sangat terdampak dengan kebijakan itu.
“Saya melihatnya memang PPKM Darurat penting demi menahan laju penularan COVID-19, karena memang kasusnya hingga saat ini masih meningkat,” katanya dalam keterangannya, Rabu (14/7).
Menurutnya, pemerintah harus betul-betul memastikan kebutuhan ekonomi warga terpenuhi, terutama yang bekerja di sektor informal dan tidak bisa makan kalau tidak keluar rumah. Ini harus menjadi perhatian pemerintah khususnya dalam penyaluran bantuan di daerah.
“Kita lihat akhir-akhir ini banyak pemberitaan bahwa penjual kaki lima maupun UMKM, mereka benar-benar kehilangan mata pencahariannya. Efek seperti ini yang harus diantisipasi pemerintah karena kalau kebijakannya diperpanjang, ekonomi rakyat juga akan makin terpuruk,” ujarnya.
Dia juga meminta agar pemerintah tidak memunculkan aturan yang membingungkan, sebab akan berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat. Misalnya, perkantoran buka, atau tentang rumah ibadah tadinya tidak boleh dan sekarang jadi boleh.
“Menurut saya perlu diantisipasi sosialisasinya bagaimana agar masyarakat tidak bingung dan ujung-ujungnya menyebabkan gesekan di lapangan,” katanya.(gw/fin)