KOTA MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.COM – Bekas dapur umum dan markas Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Kampung Tulung, Kelurahan Magelang, Magelang Tengah kondisinya sangat memprihatinkan. Bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Magelang melawan agresi militer Belanda itu kini hanya difungsikan sebagai tempat tinggal biasa.
Bangunan tua itu memang terlihat berbeda dengan sekelilingnya. Memperlihatkan arsitektur khas abad 20, seperti kontruksi atap pelana yang masih bertahan sampai sekarang.
Sebenarnya, keberadaan rumah bekas markas BKR tersebut sempat diusulkan warga menjadi bangunan cagar budaya. Sayangnya, meski sudah tujuh tahun diusulkan, sampai sekarang belum ada respons positif dari Pemkot Magelang.
Ketua RW 01 Kampung Tulung, Roby Burunday mengatakan, warga mengusulkan bangunan cagar budaya sejak tahun 2014 lalu. Akan tetapi sampai sekarang belum disetujui karena kendala finansial.
“Pemkot beralasan tidak punya kemampuan anggaran karena status bangunan ini milik perorangan, sehingga harus dibebaskan terlebih dahulu statusnya menjadi milik pemerintah,” katanya saat ditemui, kemarin.
Bangunan besejarah itu diketahui milik Windarti, suami cucu Atmopawiro, pejabat setingkat lurah kala itu. Windarti merupakan cucu Atmopawiro yang sempat menjalankan bisnis jual beli barang bekas di bangunan itu. Namun tidak lama, usahanya tutup, karena ia jatuh sakit.
Windarti diketahui sudah tutup usia pada tahun 2018. Saat ini, eks-bangunan bersejarah ini dihuni suami beserta anak, menantu, dan cucunya.
Dofian Widarso (68), suami Windarti, berharap Pemkot Magelang bisa membeli lahan dan bangunan rumahnya. Keinginanya itu bukan tanpa alasan. Sebab ia menilai jika dibeli pemerintah, maka sebagian besar bangunan itu akan tetap dipertahankan, guna melindungi nilai-nilai sejarah di dalamnya.
“Saya inginnya dibeli pemerintah dari pada perorangan. Karena kalau pemerintah yang beli, pasti akan dijaga dan dirawat betul-betul karena ini merupakan saksi sejarah,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Magelang, Sugeng Priyadi, mengatakan, penetapan bangunan cagar budaya rumah warga ini, agaknya tidak akan terealisasi dalam waktu dekat. Hal ini karena Pemkot Magelang tak memasukkan skala prioritias status pengubahan tanah dan bangunan bekas markas BKR ini.
Terlebih lagi, ada perubahan struktur bangunan. Menurur Sugeng, dinding yang tadinya kayu, kini sudah berganti tembok.
“Meskipun ada yang tetap terjaga keasliannya seperti saka rumah dan lainnya, tapi secara umum, perubahan struktur ini menjadi penghambat jika ingin ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya,” katanya.
Sugeng mengaku ihwal pembebasan lahan dan bangunan oleh pemerintah sepenuhnya menjadi wewenang kepala daerah.
“Tapi kalau dalam waktu dekat saya kira susah, karena Pemkot punya hal lain yang lebih urgen seperti penanganan dan pemulihan ekonomi pandemi Covid-19, serta faktor lainnya,” pungkasnya. (wid)