JAKARTA, MAGELANGEKSPRES.COM – Pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) polymerase chain reaction (PCR) test. Akan tetapi masih ada sejumlah fasilitas kesehatan (faskes) yang mematok harga di atas HET.
Ketua DPR Puan Maharani menyoroti adanya sejumlah faskes yang masih menetapkan harga tes PCR di atas HET yang telah ditetapkan pemerintah. Beberapa rumah sakit, klinik, dan laboratorium dilaporkan ‘mengakali’ harga tes PCR dengan berbagai cara.
“Pemerintah sudah menetapkan batas tarif tertinggi pemeriksaan tes PCR yang merupakan salah satu upaya untuk memperkuat pengetesan kasus COVID-19. Seluruh fasilitas kesehatan baik rumah sakit (RS), klinik, dan lab harus mematuhi ketentuan tersebut,” tegas Puan dalam keterangan tertulisnya, dikutip laman resmi DPR Minggu (22/8).
Dijelaskannya, ketentuan HET tes PCR diatur dalam Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/1/2845/2021 dan mulai berlaku sejak Selasa (17/8/2021). Sesuai instruksi Presiden Jokowi, Kemenkes mengatur batas tarif tertinggi tes PCR di Jawa-Bali Rp495 ribu dan luar Jawa-Bali Rp525 ribu.
Namun, masih ada sejumlah faskes di Jakarta dilaporkan melanggar ketentuan itu dengan menetapkan tarif melebihi HET melalui penambahan komponen biaya, penawaran layanan premium, hingga layanan hasil instan.
Puan meminta pemerintah memberikan sanksi tegas terhadap faskes-faskes tersebut.
“Jangan pemerintah sudah menurunkan harga tes PCR, tapi faskes di bawah mengakali rakyat dengan tambahan biaya ini itu. Faskes tersebut harus ditindak tegas,” tegasnya.
Dijelaskannya, persoalan kesehatan, apalagi yang masuk dalam kategori bencana nasional seperti COVID-19. Seharusnya tidak dijadikan ajang oleh pihak tertentu untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.
“Kemenkes harus tindak tegas faskes yang melakukan pelanggaran, tidak bisa hanya dengan sekadar melakukan teguran,” katanya.
Dia juga meminta dinas kesehatan (dinkes) masing-masing daerah melakukan pengawasan yang ketat. Dinkes dinilai bisa menggandeng Polri dalam melakukan pemantauan.
“Kemenkes sudah menegaskan metode penambahan komponen hingga layanan premium dan instan untuk menambah harga tes PCR telah melanggar aturan. Karena batas tarif atas itu berdasarkan ketentuan sudah termasuk biaya administrasi dan jasa dokter,” katanya.
“Jadi tidak ada alasan lagi faskes menetapkan tarif tes PCR di atas batas tarif tertinggi. Dinkes bisa bekerja sama dengan kepolisian daerah untuk melakukan pengawasan sehingga ada aturan lebih rigid jika ada pelanggaran,” tambah politisi PDI-Perjuangan itu.
Ditegaskannya, faskes juga tidak boleh menetapkan tes PCR lebih mahal dengan alasan hasil keluar lebih cepat. Sebab sudah ada instruksi dari pemerintah yang mengharuskan hasil tes keluar dalam 1×24 jam.
“Justru semakin cepat semakin bagus. Harus diingat faskes memiliki tugas kemanusiaan sebagai pelayanan kepada masyarakat. Jangan kemudian masalah waktu hasil lebih cepat dijadikan alasan menaikkan harga tes PCR, apalagi secara perhitungan faskes tidak rugi dengan batas tarif harga tertinggi itu,” katanya.(gw/fin)