KOTA MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.COM – Dewan Kesenian Kota Magelang (DKKM) menginisiasi kegiatan mural dan graviti, Minggu(22/5). Dengan mengambil tema”Ayo Rukun” kegiatan ini dimeriahkan 28 seniman yang mengambil titik di Jalan Pemuda Kota Magelang.
Ketua DKKM Kota Magelang, Muhammad Nafi mengatakan, momentum ini sangat tepat untuk saling bertemu antar semua pihak.
Sebagaimana warga bangsa lainnya, sesama perupa street art memerlukan juga wadah untuk menyalurkan ekspresinya secara elegan dan bisa saling berbagi dalam satu wujud kreativitas seni secara bersama-sama walaupun berangkat dari eksistensi masing-masing yang beragam.
“Dengan semangat kebangkitan nasional di akhir bulan Mei ini, semoga menjadi semangat para perupa street art untuk mengisi pembangunan bangsa. Sebagaimana menyitir slogan penyemangat, bangsa yang kuat adalah bangsa yang bisa menghargai keberagaman.
Karya street art yang kuat adalah yang bisa membangkitkan nilai-nilai persaudaraan kita semua,” tuturnya.
Nafi menambahkan, ruang publik kota memiliki keistimewaan tersendiri merujuk pada mobilitas masyarakatnya. Kota Magelang juga mempunyai dinamika sosial yang dinamis, seringkali terdapat gesekan-gesekan di kehidupan kota yang memunculkan ketegangan tersendiri.
Termasuk ketegangan yang terjadi dalam wilayah street art atau dunia seni jalanan yang diberitakan baru-baru ini, di mana Polres Magelang Kota menangkap tiga pelaku yang diduga terkait vandalisme pada sebuah mural di dinding sudut pertigaan Menowo Kota Magelang
.”Semula street art sekadar coretan dinding yang berafiliasi dengan kelompok atau geng tertentu. Kemudian lambat laun menemukan gaya baru yang mengarah pada sisi artistiknya sehingga muncul seni mural yang banyak menyajikan kritik sosial atau pesan-pesan tertentu yang ingin disampaikan ke publik. Selain itu, cara ini juga dapat digunakan sebagai wujud pemenuhan kebutuhan akan eksistensi diri maupun komunitas.
Dengan menggunakan nama jalanan dan ideologinya masing-masing, menumpahkan ekspresinya melalui penampakan warna, objek, dan kata-kata dalam karyanya,” kata Nafi.
Street art sebagai pemenuhan eksistensi terkadang memunculkan singgungan persaingan baik antar individu ataupun komunitas pelakunya. Dari persaingan tersebut kemudian memunculkan ketegangan antar pelaku street art yang kadang bisa sampai ranah hukum.
“Kita semua perlu menemukan momentum sebagai wahana titik temu dari ketegangan-ketegangan yang muncul dalam dinamika masyarakat. Baik ketegangan dampak dari isu-isu sosial politik yang bertebaran di media sosial maupun dampak pandemi Covid-19 yang masih sangat terasa hingga sekarang.
Karenanya, titik temu yang bisa menyatukan baik antar individu maupun antar komunitas termasuk di wilayah street art. Dengan sering bertemu dan saling mengenali satu sama lain akan membuat tali persaudaraan antar perupa street art semakin erat,” tandasnya. (hen)