PURWOREJO, MAGELANGEKSPRES.COM – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo digugat warga Desa Wadas Kecamatan Bener Purworejo. Gugatan tersebut dipublikasikan dalam konferensi pers yang digelar secara daring di kawasan hutan Desa Wadas yang rencana menjadi lokasi pengambilan batu untuk material pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, akhir pekan lalu.
Dalam kesempatan tersebut hadir berbagai elemen masyarakat Desa Wadas yang menolak rencana eksploitasi lahan seperti Wadon Wadas, Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) serta sejumlah advokat yang tergabung dalam Koalisi Advokat untuk Keadilan yang mengawal warga.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja, Yogi Zul Fadhli menyampaikan bahwa pihaknya telah menggugat
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo ke PTUN Semarang pada15 Juli 2021. Gugatan ini terkait Surat Keputusan Gubernur Jateng No. 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tertanggal 7 Juni 2021. Surat keputusan ini dianggap merugikan warga.
“Izin penetapan lokasi bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Izin Penetapan Lokasi (IPL) mengandung cacat prosedur dan cacat substansi sehingga harus dibatalkan,” katanya.
Yogi yang mewakili warga Wadas menyebut ada ada tujuh alasan gugatan diajukan. Pertama, Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jateng dianggap tidak memahami akibat hukum dari berakhirnya izin penetapan lokasi.
“Izin perpanjangan penetapan lokasi serta proses ulang sebelum diterbitkannya izin penetapan lokasi yang baru. Izin penetapan lokasi Bendungan Bener telah berlaku selama 2 tahun dan perpanjangan selama 1 tahun,” kata Yogi.
Hal di atas melanggar beberapa peraturan yang ada. Kedua pertambangan batuan andesit tidak termasuk pembangunan untuk kepentingan umum. Ketiga izin penetapan lokasi cacat substansi karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah daerah Purworejo.
Keempat, pertambangan andesit yang Lebih dari 500.000 meter kubik harus memiliki analisis dampak lingkungan (amdal) tersendiri. “Berdasarkan Amdal untuk rencana kegiatan pembangunan Bendungan Bener disebutkan sekitar 12.000.000 m3 batuan andesit akan dieksploitasi dengan kapasitas produksi 400.000 m3/bulan,” kata Yogi.
Hal di atas bertentangan dengan berbagai peraturan. Salah satunya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal. Alasan kelima karena tidak memperhatikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. Ganjar Pranowo dianggap tidak memperhatikan hak-hak yang dimiliki warga Wadas sehingga bertentangan dengan beberapa Undang-Undang (UU), termasuk UU Dasar RI 1945.
Alasan keenam, pembangunan tidak memperhatikan perlindungan terhadap sumber mata air. Kegiatan rencana pertambangan batuan andesit akan menghancurkan sumber mata air yang ada. Terdapat 28 sumber mata air yang tersebar di Desa Wadas. “Ketujuh, bagi warga Wadas makna tanah bukan sekedar rupiah, melainkan menjaga agama dan keutuhan desa,” kata Yogi.
Kuasa Hukum Warga Wadas, Julian Dwi Prasetia, mengatakan warga sudah menyatakan penolakan, namun Ganjar mengabaikan dan tidak mendengar aspirasi tersebut. “Pengajuan gugatan ini menjadi salah satu upaya yang ditempuh Warga Wadas dalam memperjuangkan hak mereka. Selain di ranah pengadilan, Warga Wadas juga melakukan perjuangan di luar pengadilan,” kata Julian yang juga Kepala Divisi Advokasi LBH Jogja.
Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, Warga Wadas meminta PTUN Semarang mengabulkan tuntutan mereka seperti mencabut IPL Pembaruan yang mencantumkan Desa Wadas. Kemudian menghentikan segala bentuk eksploitasi alam dengan dalih kepentingan umum. (luk)