MAGELANGEKSPRES.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo telah memutuskan PPKM darurat akan diperpanjang hingga akhir Juli 2021. Keputusan tersebut diambil mengingat angka kasus Covid-19 di Indonesia terus naik dan belum ada tanda-tanda bakal menurun.
Kebijakan pemerintah itu menimbulkan pro dan kontra. Anggota DPR RI Mufti Anam mengusulkan agar pemberlakuan PPKM darurat yang berlangsung 3 sampai 20 Juli 2021 mendatang tidak diperpanjang. Alasannya, karena daya tahan rakyat semakin menipis.
”Yang utama bahwa disepakati kesehatan dan ekonomi tidak bisa dipertentangkan. Maka diperlukan langkah bersamaan. Perlu juga saya tekankan, ketika bicara ekonomi dalam konteks PPKM darurat, sebenarnya tidak bicara soal ekonomi kelas atas, tapi justru terutama adalah penyelamatan ekonomi rakyat kecil yang benar-benar sulit saat ini,” kata Mufti, Minggu (18/7).
Mufti mengatakan, saat ini situasi di bawah sudah sangat mengkhawatirkan. Secara ekonomi, daya tahan rakyat semakin menipis, percikan konflik sosial di akar rumput semakin banyak terjadi di daerah, dieskalasi oleh sejumlah tindakan penertiban yang berujung pada kericuhan dan viral di media sosial.
“Saya mengapresiasi berbagai intervensi sosial oleh pemerintah melalui bantuan sosial. Tapi perlu diingat, mayoritas bansos berasal dari pusat. Kapasitas fiskal pemerintah daerah sudah terbatas dalam memberikan bansos, berbeda dengan awal pandemik 2020. Sehingga sebesar apa pun bansos dari pusat tidak akan cukup karena dampak gelombang kedua pandemik ini begitu luas. Ini yang menjadi salah satu masalah di lapangan,” tuturnya.
Mufti memaparkan, para pekerja harian dan pekerja informal kini dalam situasi semakin sulit, di sisi lain masyarakat berpenghasilan menengah ke atas menahan belanja mereka lantaran masih wait and see terkait penanganan pandemik.
“Maka jangan sampai kemudian kebijakan PPKM darurat untuk pengendalian COVID-19 berujung pada konflik sosial yang terus melebar, situasi chaos yang malah merugikan bangsa kita secara keseluruhan. Sehingga PPKM darurat dengan segala hormat jangan diperpanjang, tapi dengan catatan ada pembenahan penanganan dari sisi kesehatan-nya, sehingga tidak ada yang dikorbankan,” ujarnya.
Mufti memberi catatan penanganan dari sisi kesehatan yang mutlak dilakukan. Di antaranya adalah memasifkan penegakan protokol kesehatan, mengakselerasi vaksinasi hingga 2 juta per hari, merekrut tambahan tenaga kesehatan, memperbanyak tempat isolasi dan rumah sakit darurat untuk yang bergejala ringan, dan memperkuat “3T” (tes, tracing, dan treatment).
“Kan sebenarnya ada target tes per daerah, mestinya itu terus dievaluasi dan dibuka ke publik secara rinci karena sangat vital dalam penanganan pandemik. Yang justru marak hanya penertiban pedagang, PKL disidak,” ujar Mufti.
Mufti meminta pemerintah mempercepat pembayaran insentif tenaga kesehatan dan klaim rumah sakit.
“Saat ini sudah mulai terbayar secara bertahap, kami mengapresiasi. Perlu terus dipercepat agar RS punya ruang finansial yang cukup untuk bergerak cepat dan taktis di lapangan,” ujarnya.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, perpanjangan PPKM Darurat bisa memukul perekonomian lebih dalam lagi, khususnya sektor-sektor yang berkaitan dengan mobilitas masyarakat.
“Kalau terlalu lama PPKM maka ekonomi bisa ambruk pula. Banyak juga yang terdampak khususnya sektor-sektor yang berkaitan dengan mobilitas masyarakat seperti retail, transportasi, perhotelan dan restoran,” kata Bhima, (17/7/2021).
Selain itu, kata Bhima, jumlah perusahaan yang mengajukan penundaan bayar utang hingga pailit diprediksi akan meningkat pada kuartal ketiga. Akibatnya, akan ada potensi pemutusan hubungan kerja (PHK). “Perpanjangan PPKM ini tidak menutup kemungkinan dampaknya memicu PHK massal di berbagai sektor,” ujarnya.
Menurut Bhima, dikhawatirkan kondisi ini bisa berpotensi menambah jumlah orang miskin di Indonesia. Selama pandemi, jumlah orang miskin tercatat naik 1,12 juta menjadi 27,54 juta orang pada Maret lalu.”Pada awal pandemi masyarakat kelas menengah masih punya tabungan, sekarang sudah lebih dari 1 tahun tabungan menipis dan tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan maka implikasi bisa turun kelas jadi kelompok di bawah garis kemiskinan,” pungkasnya.
Pendapat berbeda disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad yang justru meminta pemerintah untuk memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hingga 17 Agustus mendatang.
Kamrus memberikan catatan agar saat peringatan hari kemerdekaan ke 76 tahun RI, angka vaksinasi dapat mencapai 70 persen. Selain itu, tingkat ketersediaan tempat tidur atau BOR kembali ke angka 70 persen serta layanan medis pasien isolasi mandiri dapat mencapai 70 persen dengan bantuan paket obat gratis dan sembako.”Jika PPKM darurat tidak diperpanjang, kondisi itu sangat berbahaya dan berpotensi meningkatkan angka kematian, karena tidak terjangkau layanan medis,” kata Kamrussamad, Minggu (18/7).
Ia menjelaskan, kondisi saat ini dimana 30 persen masyarakat Indonesia mengikuti program vaksinasi. Kemudian tingkat hunian rumah sakit rujukan mencapai 120 persen hingga antrean di rumah sakit darurat COVID-19.”Jutaan warga masih melakukan isolasi mandiri dan belum terjangkau layanan media,” ujar politisi Partai Gerindra tersebut.
Ia juga meminta perpanjangan PPKM darurat harus diikuti dengan kebijakan fiskal untuk bantuan tunai bagi pedagang pasar, warung makan, kedai kopi, tukang tambal ban motor, bengkel tradisional hingga buruh dan pekerja harian lepas. (khf/fin)