MAGELANGEKSPRES.WONOSOBO- Sejumlah siswa SMP di pedesaan memilih bekerja dan menganggap sekolah masih libur lantaran pandemi Covid. Mereka pergi ke luar desa untuk bekerja di sektor pertanian, jadi kernet truk dan menjual tenaga murah di beberapa kota besar.
“Tidak ada jumlah yang pasti, namun ada laporan cukup banyak dari sejumlah pendidik yang mengajar di Kecamatan Sapuran,” ungkap Pjs Direktur Lembaga Kita, M Bhayu Surya Andika, kemarin usai gelar TOT bagi pencegahan TPPO bagi guru BK se-Kabupaten Wonosobo.
KITA Institute dengan Dikpora Kabupaten Wonosobo, gelar ToT pencegahan TPPO diselenggarakan di SMP 2 Wonosobo. Kegiatan diikuti 20 peserta dari perwakilan guru BK SMP se Kabupaten Wonosobo.
Menurutnya, peningkatan jumlah anak sekolah yang bekerja semakin meningkat pada pandemi tahun ke dua. Sebab, pada tahun 2020 silam, masyarakat beranggapan bahwa pandemi akan berlalu pada tahun 2021. Namun, ketika tidak ada kepastian menyebabkan siswa mulai bosan dan orang tua juga ada yang mendorong untuk bekerja keluar, meski masih berstatus sebagai pelajar SMP.
Baca Juga
Angka Konsumsi Ikan di Wonosobo Masih di Bawah Standar Nasional
“Jadi kita sudah memprediksikan, bahwa pada tahun ini justru akan meningkat jumlahnya. Hal itu ternyata sama seperti yang disampaikan oleh sejumlah guru BK,” ucapnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, pihaknya bersama dengan Dikpora mengundang sejumlah guru BK SMP untuk memantau lebih jauh kondisi tersebut. Sebab berdasarkan sejumlah berita media akhir akhir ini dampak dari pandemi mengakibatkan banyak anak-anak tidak terlihat di sekolah.
“Oleh karena itu sejumlah guru mulai melacak keberadaan mereka dan ternyata mereka sudah bekerja keluar kampungnya, bekerja di daerah tembakau, menjadi kernet sopir truk dan sejumlah pekerjaan non formal lainya,” ujarnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian Kurikulum dan Pengembangan Mutu Pendidikan Dikpora Wonosobo, Slamet Faizi mengemukakan, peran guru sangatlah penting, mengingat dampak dari PJJ ini ketika anak tidak berangkat ke sekolah maka terdapat peningkatan risiko pernikahan dini, eksploitasi anak dan kehamilan remaja.
“Ada sejumlah persoalan memang, dampak dari pandemi , anak tidak lakukan PTM, diantaranya mereka bekerja, kesenjangan capaian belajar dan potensi kekerasan,” ucapnya.
Pihaknya juga menjelaskan sejumlah alasan belum digelarnya PTM, karena mengingat persyaratan untuk diselenggarakannya PTM adalah kesiapan sekolah diantaranya vaksinasi guru, yang hingga saat ini belum ada kejelasan waktu pelaksanaanya. (gus)