MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG SELATAN – Persit Kartika Chandra Kirana Cabang BS Akademi Militer (Akmil) menggelar bakti sosial (baksos), kemarin, di Kampung Kiringan Baru, Kota Magelang atau yang lebih dikenal sebagai “Kampung Pemulung”. Baksos ini diadakan dalam rangka merayakan ulang tahun ke-75 Persit Kartika Chandra.
“Penyaluran bantuan ini juga karena kerja sama dengan Lions Club International Magelang, Borobudur Host. Bantuan berupa pembangunan MCK di Kampung Pemulung Kota Magelang,” kata Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Cabang BS Akmil Ny Desi Totok Imam Santoso.
Ia berharap adanya pembangunan MCK di Kampung Pemulung akan menambah derajat kesejahteraan warga setempat. Sebab, kesejahteraan akan didapat asalkan pola hidup bersih dan sehat dijalankan terlebih dahulu.
“Saya harap adanya MCK ini bisa memberikan kontribusi positif buat masyarakat, sekaligus kepedulian kami terhadap kesehatan warga Kampung Pemulung,” ujarnya.
Sementara itu, Lurah Tidar Utara, Teni Lis Mulyadi memberi apresiasi kepada jajaran Persit Kartika Chandra Cabang BS Akmil. Ia menilai bantuan MCK sangat membantu warga dan Pemkot Magelang yang punya visi untuk menurunkan angka kemiskinan.
“Tentu kami sangat berterima kasih atas bantuan ini. Ke depan saya harapkan warga bisa memanfaatkan fasilitas baru ini agar kesehatannya terus terjaga sehingga bisa sejahtera,” tuturnya.
Untuk diketahui, sebanyak 10 KK warga Kota Magelang, yang seluruhnya berprofesi sebagai pemulung itu, sejak tahun 2019 lalu menempati kampung baru di Kampung Kiringan, Kelurahan Tidar Utara, Magelang Selatan. Mereka membeli lahan dengan cara swadaya, dan kemudian membangun bangunan semi permanen.
Uniknya, bangunan rumah yang dibuat masyarakat l itu sama sekali tidak bisa diakses kendaraan. Ditambah, mereka tidak memiliki MCK yang layak.
Itu terjadi pasca-Pemkot Magelang menertibkan bangunan liar di kawasan Jalan Soekarno-Hatta akhir 2018 silam. Sebenarnya, pulunan KK korban penggusuran ini sudah disediakan tempat huni yang nyaman di rumah susun sederhana sewa (Rusunawa).
Namun dengan tegas mereka menolak. Sebab, konsekuensi menempati Rusunawa berarti tidak boleh membawa sampah hasil pungutan disimpan di kompleks rumah. Akhirnya, warga memilih tidak tinggal di Rusunawa, dibanding harus berpindah profesi di luar sebagai pemulung. (wid)
Leave a comment